Ini dia prediksi awal bulan Ramadhan 1437 Hijriyah atau 2016 Masehi. Selain Muhammadiyah dan NU, ada beberapa kriteria penetapan awal Ramadhan.
Ahad, 5 Juni 2016 sore merupakan hari pelaksanaan rukyatul hilal untuk menentukan awal bulan Ramadhan 1437 Hijriyah bertepatan tanggal 29 Syaban 1437 H berdasarkan penetapan awal bulan menurut Taqwim Standard Indonesia serta laporan rukyatul hilal sebelumnya. Penentuan kapan awal Ramadhan secara syar’i sangat diperlukan terkait kapan dimulainya pelaksanaan ibadah puasa Ramadhan kali ini. Laporan ketampakan hilal dari seluruh kawasan Indonesia akan menjadi dasar pemerintah menetapkan kapan jatuhnya awal Ramadhan melalui Sidang Isbat yang digelar oleh Kementerian Agama di Jakarta pada tanggal yang sama.
Data Hilal pada hari tersebut dari Markas Nasional di Pos Observasi Bulan (POB) Pelabuhanratu, Sukabumi, Jawa Barat ditunjukkan sebagai berikut; Ijtimak/konjungsi Bulan-Matahari terjadi pada Ahad, 5 Juni 2016 pukul 10:02 WIB, Matahari terbenam pada pukul 17:44 WIB, dengan posisi hilal 4°14′ di atas ufuk mar’i atau ‘visible horizon’. Pada kondisi ini menurut teori visibilitas, hilal tidak mungkin terlihat secarqa visual walau menggunakan alat bantu teleskop sekalipun, namun demikian dengan teknik teknik ‘astrofotografi’ menggunakan teleskop astronomi yang dilengkapai pelacak otomatis dan sensor kamera digital ada peluang hilal dapat dideteksi.
KETERANGAN :
-Sangat tidak mungkin daerah yang berada di bawah arsiran MERAH dapat menyaksikan Hilal, sebab pada saat itu Bulan terbenam lebih dulu sebelum Matahari terbenam atau ijtimak lokal (topocentric conjunction) terjadi setelah Matahari terbenam.
-Daerah yang berada pada area BIRU TUA (tak berarsiran) juga belum memiliki peluang dapat menyaksikan hilal sekalipun menggunakan alat bantu optik (binokuler/teropong), sebab kedudukan Hilal masih sangat rendah dan terang cakram Bulan masih terlalu kecil sehingga cahaya Hilal tidak mungkin teramati sekai.
-Hilal baru mungkin dapat teramati menggunakan alat bantu optik pada area di bawah arsiran BIRU MUDA. Pada area ini pun masih sangat sulit karena dibutuhkan kondisi langit yang sangat cerah di langit Barat.
-Wilayah yang berada dalam arsiran UNGU hanya dapat menyaksikan hilal menggunakan alat bantu optik sedangkan untuk melihat langsung dengan mata diperlukan kondisi cuaca yang sangat cerah dan ketelitian pengamatan.
-Hilal dengan mudah dapat disaksikan pada area di bawah arsiran HIJAU baik menggunakan mata telanjang apalagi menggunakan peralatan optik dengan syarat kondisi udara dan cuaca cukup baik.
1. Menurut Kriteria Rukyat Hilal ( Teori Visibilitas Hilal )
Teori Visibilitas Hilal terbaru telah dibangun oleh para astronom dalam proyek pengamatan hilal global yang dikenal sebagai Islamic Crescent Observation Project (ICOP) berpusat di Yordania berdasar pada sekitar 700 lebih data observasi hilal yang dianggap valid. Teori ini menyatakan bahwa hilal hanya mungkin bisa dirukyat jika jarak sudut Bulan dan Matahari minimal 6,4° (sebelumnya 7°) yang dikenal sebagai “Limit Danjon”. Kurva Visibilitas Hilal sebagai hasil perhitungan teori tersebut mengindikasikan bahwa untuk seluruh wilayah Indonesia tidak ada peluang menyaksikan hilal walau menggunakan alat bantu teleskop sekalipun. Sehingga menurut kriteria rukyat, kondisi tersebut akan mengakibatkan ‘istikmal’ sehingga awal bulan jatuh pada: Selasa, 7 Juni 2016
Teori Visibilitas Hilal terbaru telah dibangun oleh para astronom dalam proyek pengamatan hilal global yang dikenal sebagai Islamic Crescent Observation Project (ICOP) berpusat di Yordania berdasar pada sekitar 700 lebih data observasi hilal yang dianggap valid. Teori ini menyatakan bahwa hilal hanya mungkin bisa dirukyat jika jarak sudut Bulan dan Matahari minimal 6,4° (sebelumnya 7°) yang dikenal sebagai “Limit Danjon”. Kurva Visibilitas Hilal sebagai hasil perhitungan teori tersebut mengindikasikan bahwa untuk seluruh wilayah Indonesia tidak ada peluang menyaksikan hilal walau menggunakan alat bantu teleskop sekalipun. Sehingga menurut kriteria rukyat, kondisi tersebut akan mengakibatkan ‘istikmal’ sehingga awal bulan jatuh pada: Selasa, 7 Juni 2016
Di Indonesia, ormas Nahdlatul Ulama (NU) yang menggunakan rukyatul hilal sebagai dasar penentuan awal bulannya mengakui kesaksian rukyat asalkan ketinggiannya di atas “batas imkanurrukyat” 2° bahkan hanya dengan mata telanjang. Sementara dalam penyusunan kalendernya juga menggunakan kriteria ketinggian hilal 2° tanpa syarat elongasi dan umur Hilal. Sehingga besar kemungkinan pada kondisi seperti ini “klaim” kesaksian hilal dengan mata telanjang dari suatu lokasi akan diterima, sehingga awal bulan jatuh pada: Senin, 6 Juni 2016
2. Menurut Kriteria Hisab Imkanur Rukyat
Pemerintah RI melalui pertemuan Menteri-menteri Agama Brunei, Indonesia, Malaysia dan Singapura (MABIMS) menetapkan kriteria yang disebut ‘Imkanurrukyat’ yang dipakai secara resmi untuk penentuan awal bulan bulan pada Kalender Islam negara-negara tersebut yang menyatakan :
Pemerintah RI melalui pertemuan Menteri-menteri Agama Brunei, Indonesia, Malaysia dan Singapura (MABIMS) menetapkan kriteria yang disebut ‘Imkanurrukyat’ yang dipakai secara resmi untuk penentuan awal bulan bulan pada Kalender Islam negara-negara tersebut yang menyatakan :
Hilal dianggap terlihat dan keesokannya ditetapkan sebagai awal bulan Hijriyah berikutnya apabila memenuhi salah satu syarat-syarat berikut: (1) Ketika Matahari terbenam, ketinggian Bulan di atas horison tidak kurang dari 2° dan (2) Jarak lengkung Bulan-Matahari (sudut elongasi) tidak kurang dari 3°. Atau (3) Ketika Bulan terbenam, umur Bulan tidak kurang dari 8 jam setelah konjungsi/ijtimak berlaku.
Kriteria yang dikenal kemudian sebagai Kriteria IR238 inilah yang menjadi pedoman Pemerintah RI cq. Badan Hisab Rukyat (BHR) Kementerian Agama RI untuk menyusun Taqwim Standard Indonesia yang digunakan dalam penentuan hari libur nasional keagamaan secara resmi. Dengan kriteria ini pula keputusan Sidang Isbat Penentuan Awal Bulan Ramadhan, Syawwal dan Zulhijjah “bisa ditebak hasilnya” karena setiap laporan bahkan klaim rukyat akan diterima. Belakangan, khusus untuk penentuan awal bulan Ramadhan, Syawwal dan Zulijjah kriteria ini hanya dipakai oleh Indonesia dan Malaysia sementara Singapura menggunakan Hisab Wujudul Hilal sementara Brunei Darussalam tetap konsisten menggunakan kaidah Rukyatul Hilal berdasar Teori Visibilitas.
Berdasarkan Peta Ketinggian Hilal di atas, pada hari pelaksanaan rukyatul hilal, syarat Imkanurrukyat MABIMS sudah terpenuhi sehingga awal bulan dalam Taqwin Standard Indonesia menetapkan jatuh pada : Senin, 6 Juni 2016
Ormas Persatuan Islam (Persis) menggunakan kriteria Imakurrukyat yang mengakomodir Kriteria Lapan (2011) menyatakan bahwa “Awal bulan Hijriyah dimulai ketika beda tinggi antara Bulan dan Matahari saat terbenam minimal 4° dan jarak elongasi minimal 6,4° cukup di salah satu wilayah Indonesia”. Maka berdasarkan kriteria tersebut jarak elongasi sudah terpenuhi sehingga kalender Persis menyatakan bahwa awal bulan jatuh pada: Senin, 6 Juni 2016
3. Menurut Kriteria Hisab Wujudul Hilal
Ormas Muhammadiyah dalam penyusunan kalender Hijriyah baik untuk keperluan sosial maupun ibadahnya (Ramadhan, Syawwal dan Zulhijjah) menggunakan kriteria yang dinamakan “Hisab Hakiki Wujudul Hilal”. Kriteria ini menyatakan bahwa awal bulan Hijriyah dimulai apabila telah terpenuhi tiga kriteria berikut:
1) telah terjadi ijtimak (konjungsi),
2) ijtimak (konjungsi) itu terjadi sebelum matahari terbenam, dan
3) pada saat terbenamnya matahari piringan atas Bulan berada di atas ufuk (bulan baru telah wujud). Ketiga kriteria ini penggunaannya adalah secara kumulatif, dalam arti ketiganya harus terpenuhi sekaligus. Apabila salah satu tidak terpenuhi, maka bulan baru belum mulai. Atau dalam bahasa sederhanya dapat diterjemahkan sebagai berikut:
“Jika setelah terjadi ijtimak, Bulan terbenam setelah terbenamnya Matahari maka malam itu ditetapkan sebagai awal bulan Hijriyah tanpa melihat berapapun sudut ketinggian Bulan saat Matahari terbenam”.
Ormas Muhammadiyah dalam penyusunan kalender Hijriyah baik untuk keperluan sosial maupun ibadahnya (Ramadhan, Syawwal dan Zulhijjah) menggunakan kriteria yang dinamakan “Hisab Hakiki Wujudul Hilal”. Kriteria ini menyatakan bahwa awal bulan Hijriyah dimulai apabila telah terpenuhi tiga kriteria berikut:
1) telah terjadi ijtimak (konjungsi),
2) ijtimak (konjungsi) itu terjadi sebelum matahari terbenam, dan
3) pada saat terbenamnya matahari piringan atas Bulan berada di atas ufuk (bulan baru telah wujud). Ketiga kriteria ini penggunaannya adalah secara kumulatif, dalam arti ketiganya harus terpenuhi sekaligus. Apabila salah satu tidak terpenuhi, maka bulan baru belum mulai. Atau dalam bahasa sederhanya dapat diterjemahkan sebagai berikut:
“Jika setelah terjadi ijtimak, Bulan terbenam setelah terbenamnya Matahari maka malam itu ditetapkan sebagai awal bulan Hijriyah tanpa melihat berapapun sudut ketinggian Bulan saat Matahari terbenam”.
Berdasarkan posisi hilal saat Matahari terbenam di seluruh wilayah Indonesia maka syarat wujudul hilal sudah terpenuhi, sehingga Muhammadiyah menetapkan awal bulan jatuh pada : Senin, 6 Juni 2016
4. Menurut Kriteria Lain
Kecuali kriteria tersebut, di Indonesia berkembang beberapa kriteria yang digunakan oleh tarekat dan kelompok-kelompok kecil umat Islam untuk menentukan kapan jatuhnya awal bulan Ramadhan, Syawal dan Zulhijjah. . Kebanyakan diantaranya merupakan “krieteria warisan” yang menjadi pegangan atau kebiasaan yang didapatkan secara turun-temurun dari guru atau leluhurnya dalam menentukan jatuhnya awal tersebut. Cara-cara tersebut kadang tidak lazim namun ternyata masih dipakai hingga sekarang diantaranya :
Kecuali kriteria tersebut, di Indonesia berkembang beberapa kriteria yang digunakan oleh tarekat dan kelompok-kelompok kecil umat Islam untuk menentukan kapan jatuhnya awal bulan Ramadhan, Syawal dan Zulhijjah. . Kebanyakan diantaranya merupakan “krieteria warisan” yang menjadi pegangan atau kebiasaan yang didapatkan secara turun-temurun dari guru atau leluhurnya dalam menentukan jatuhnya awal tersebut. Cara-cara tersebut kadang tidak lazim namun ternyata masih dipakai hingga sekarang diantaranya :
Kasunanan Surakarta, Kasultanan Yogyakarta, Mangkunegaran dan Pakualaman menggunakan Kalender Jawa Aboge/Asopon yang dibuat oleh Sultan Agung. Dalam kalender ini digunakan siklus dengan hitungan sederhana dan jumlah hari dalam Ramadhan, Syawwal dan Zulhijjah selalu tetap yaitu 30, 29 dan 29/30. Awal Ramadhan kali ini menurut kalender tersebut jatuh pada Selasa, 7 Juni 2016. Tarekat Naqsabandiyah Padang menggunakan hitungan berdasarkan tabel yang disusun oleh gurunya dahulu. Tarekat An-Nadzir di Gowa, Sulawesi menggunakan pengamatan terhadap pasang-surut air laut. Beberapa kelompok mendasarkan penetapan awal bulan menurut kemauan pemimpinnya baik yang konon berdasarkan ‘wangsit’ maupu mimpi.
5. Menurut Kriteria Kalender Hijriyah Global
Universal Hejri Calendar (UHC) merupakan Kalender Hijriyah Global usulan dari Komite Mawaqit dari Arab Union for Astronomy and Space Sciences (AUASS) berdasarkan hasil Konferensi Ke-2 Atronomi Islam di Amman Jordania pada tahun 2001. Kalender universal ini membagi wilayah dunia menjadi 2 region sehingga sering disebut Bizonal Hejri Calendar. Zona Timur meliputi 180° BT ~ 20° BB sedangkan Zona Barat meliputi 20° BB ~ Benua Amerika. Adapun kriteria yang digunakan tetap mengacu pada visibilitas hilal (Limit Danjon).
Universal Hejri Calendar (UHC) merupakan Kalender Hijriyah Global usulan dari Komite Mawaqit dari Arab Union for Astronomy and Space Sciences (AUASS) berdasarkan hasil Konferensi Ke-2 Atronomi Islam di Amman Jordania pada tahun 2001. Kalender universal ini membagi wilayah dunia menjadi 2 region sehingga sering disebut Bizonal Hejri Calendar. Zona Timur meliputi 180° BT ~ 20° BB sedangkan Zona Barat meliputi 20° BB ~ Benua Amerika. Adapun kriteria yang digunakan tetap mengacu pada visibilitas hilal (Limit Danjon).
Pada hari terjadinya ijtimak zone Barat dan zone Timur sudah masuk dalam kriteria Limit Danjon. Dengan demikian awal bulan di kedua zona akan jatuh pada :
Zona Timur : Senin, 6 Juni 2016
Zona Barat : Senin, 6 Juni 2016
Zona Barat : Senin, 6 Juni 2016
6. Menurut Kriteria Rukyat Hilal Arab Saudi
Arab Saudi memiliki kalender resmi yang dinamakan kalender Ummul Qura. Kalender ini telah berkali-kali mengganti kriterianya dan diperuntukkan sebagai kalender untuk kepentingan non ibadah. Sementara untuk keperluan ibadah khususnya penetapan awal dan akhir Ramadhan serta awal Zulhijjah Saudi tetap menggunakan rukyault hilal sebagai dasar penetapannya. Sayangnya penetapan ini sering hanya berdasarkan pada laporan rukyat dari seseorang tanpa terlebih dahulu melakukan klarifikasi dan konfirmasi terhadap kebenaran laporan tersebut apakah sudah sesuai dengan kaidah-kaidah sains astronomi khususnya Teori Visibilitas Hilal. Dan sudah bisa ditebak jika laporan rukyat masih sesuai Kalender Ummul Qura maka dianggap sah dan dapat diterima.
Arab Saudi memiliki kalender resmi yang dinamakan kalender Ummul Qura. Kalender ini telah berkali-kali mengganti kriterianya dan diperuntukkan sebagai kalender untuk kepentingan non ibadah. Sementara untuk keperluan ibadah khususnya penetapan awal dan akhir Ramadhan serta awal Zulhijjah Saudi tetap menggunakan rukyault hilal sebagai dasar penetapannya. Sayangnya penetapan ini sering hanya berdasarkan pada laporan rukyat dari seseorang tanpa terlebih dahulu melakukan klarifikasi dan konfirmasi terhadap kebenaran laporan tersebut apakah sudah sesuai dengan kaidah-kaidah sains astronomi khususnya Teori Visibilitas Hilal. Dan sudah bisa ditebak jika laporan rukyat masih sesuai Kalender Ummul Qura maka dianggap sah dan dapat diterima.
“Kompetensi” para perukyat diduga menjadi penyebab seringnya terjadinya “klaim” atau kesalahan identifikasi terhadap obyek yang disebut sebagai Hilal. Pengakuan terlihatnya hilal oleh perukyat pada saat hilal masih berada di bawah “ambangvisibilitas” atau bahkan saat hilal sudah di bawah ufuk sering terjadi. Sudah bukan berita baru lagi bahwa Saudi kerap kali menerima kesaksian terhadap laporan rukyat yang “mustahil”.
Awal Bulan Menurut Kalender Ummul Qura Saudi :
Kalender ini digunakan Saudi bagi kepentingan publik non-ibadah. Kriteria yang digunakan adalah “Telah terjadi ijtimak dan bulan terbenam setelah matahari terbenam di Makkah” maka sore itu dinyatakan sebagai awal bulan baru. Pada hari ijtimak di Saudi posisi hilal masih di bawah ufuk sehingga syarat belum terpenuhi. Dengan demikian awal bulan menurut Kalender Ummul Qura jatuh pada : Senin, 6 Juni 2016
Kalender ini digunakan Saudi bagi kepentingan publik non-ibadah. Kriteria yang digunakan adalah “Telah terjadi ijtimak dan bulan terbenam setelah matahari terbenam di Makkah” maka sore itu dinyatakan sebagai awal bulan baru. Pada hari ijtimak di Saudi posisi hilal masih di bawah ufuk sehingga syarat belum terpenuhi. Dengan demikian awal bulan menurut Kalender Ummul Qura jatuh pada : Senin, 6 Juni 2016
Awal Bulan Menurut Kriteria Rukyatul Hilal Saudi :
Rukyatul hilal digunakan Saudi khusus untuk penentuan bulan awal Ramadhan, Syawal dan Zulhijjah. Kaidahnya sederhana “Jika ada laporan rukyat dari seorang atau lebih pengamat/saksi yang dianggap ‘adil’ dan bersedia disumpah maka sudah cukup sebagai dasar untuk menentukan awal bulan tanpa perlu perlu dilakukan klarifikasi terhadap kebenaran laporan tersebut”. Berdasarkan data posisi hilal di Makkah, walaupun hilal belum pada posisi yang memungkinkan untuk dirukyat baik menggunakan teleskop atau mata telanjang, namun kemungkinan akan ada laporan ‘klaim’ ketampakan hilal sehingga kemungkinan awal bulan akan jatuh pada Senin, 6 Juni 2016
Rukyatul hilal digunakan Saudi khusus untuk penentuan bulan awal Ramadhan, Syawal dan Zulhijjah. Kaidahnya sederhana “Jika ada laporan rukyat dari seorang atau lebih pengamat/saksi yang dianggap ‘adil’ dan bersedia disumpah maka sudah cukup sebagai dasar untuk menentukan awal bulan tanpa perlu perlu dilakukan klarifikasi terhadap kebenaran laporan tersebut”. Berdasarkan data posisi hilal di Makkah, walaupun hilal belum pada posisi yang memungkinkan untuk dirukyat baik menggunakan teleskop atau mata telanjang, namun kemungkinan akan ada laporan ‘klaim’ ketampakan hilal sehingga kemungkinan awal bulan akan jatuh pada Senin, 6 Juni 2016
7. Kriteria Awal Bulan Negara-negara Lain
Seperti kita ketahui secara resmi Indonesia bersama Malaysia, Brunei dan Singapura lewat pertemuan Menteri Agama Brunei, Indonesia, Malaysia dan Singapura (MABIMS) telah menyepakati sebuah kriteria bagi penetapan awal bulan Komariyahnya yang dikenal dengan “Kriteria Imkanurrukyat MABIMS” yaitu umur bulan > 8 jam, tinggi bulan > 2° dan elongasi > 3°. Belakangan ternyata kriteria ini hanya digunakan oleh Indonesia dan Malaysia saja. Sementara Singapura menggunakan Wujudul hilal dan Brunei Darussalam menggunakan Rukyatul Hilal berdasar Teori Visibilitas.
Seperti kita ketahui secara resmi Indonesia bersama Malaysia, Brunei dan Singapura lewat pertemuan Menteri Agama Brunei, Indonesia, Malaysia dan Singapura (MABIMS) telah menyepakati sebuah kriteria bagi penetapan awal bulan Komariyahnya yang dikenal dengan “Kriteria Imkanurrukyat MABIMS” yaitu umur bulan > 8 jam, tinggi bulan > 2° dan elongasi > 3°. Belakangan ternyata kriteria ini hanya digunakan oleh Indonesia dan Malaysia saja. Sementara Singapura menggunakan Wujudul hilal dan Brunei Darussalam menggunakan Rukyatul Hilal berdasar Teori Visibilitas.
Menurut catatan Moonsighting Committee Worldwide (MCW) ternyata penetapan awal bulan berbeda-beda di tiap-tiap negara. Ada yang masih teguh mempertahankan rukyatul hilal ada pula yang mulai beralih menggunakan hisab atau perhitungan. Berikut ini beberapa gambaran penetapan awal bulan Hijriyah yang resmi digunakan di beberapa negara :
Rukyatul Hilal berdasarkan kesaksian serta dilakukan pengkajian ulang terhadap hasil rukyat secara ilmiah antara lain dilakukan oleh negara-negara : Banglades, India, Pakistan, Oman, Maroko, Trinidad dan Brunei Darussalam.
Rukyatul Hilal berdasarkan kesaksian tanpa perlu dilakukan pengkajian ulang terhadap hasil rukyat secara ilmiah antara lain dilakukan oleh negara-negara : Saud dan Indonesia.
Mengikuti Saudi Arabia misalnya negara : Qatar, Kuwait, Emirat Arab, Bahrain, Yaman dan Turki, Iraq, Yordania, Palestina, Libanon dan Sudan.
Hisab dengan kriteria bulan terbenam setelah Matahari dengan diawali ijtimak terlebih dahulu (moonset after sunset). Kriteria ini digunakan oleh Saudi Arabia pada kalender Ummul Qura namun khusus untuk Ramadhan, Syawwal dan Zulhijjah menggunakan pedoman rukyat.
Hisab bulan terbenam minimal 5 menit setelah matahari terbenam dan terjadi setelah ijtimak digunakan oleh negara Mesir.
Menunggu berita dari negeri tetangga –> diadopsi oleh Selandia Baru mengikuti Australia dan Suriname mengikuti negara Guyana.
Mengikuti negara Muslim yang pertama kali berhasil rukyat –> Kepulauan Karibia
Hisab dengan kriteria umur bulan, ketinggian bulan atau selisih waktu terbenamnya bulan dan matahari –> diadopsi oleh Algeria, Turki, Tunisia dan Malaysia.
Ijtimak Qablal Fajr atau terjadinya ijtimak sebelum fajar diadopsi oleh negara Libya.
Ijtimak terjadi sebelum matahari terbenam di Makkah dan bulan terbenam sesudah matahari terbenam diMakkah –> diadopsi oleh komunitas muslim di Amerika Utara dan Eropa (ISNA)
Nigeria dan beberapa negara lain tidak tetap menggunakan satu kriteria dan berganti dari tahun ke tahun
Menggunakan Rukyat Mata Telanjang : Namibia, Angola, Zimbabwe, Zambia, Mozambique, Botswana, Swaziland dan Lesotho.
Jamaah Ahmadiyah, Bohra, Ismailiyah, serta beberapa jamaah (tarekat) lainnya masih menggunakan hisab urfi yang sangat sederhana.
Rukyatul Hilal berdasarkan kesaksian tanpa perlu dilakukan pengkajian ulang terhadap hasil rukyat secara ilmiah antara lain dilakukan oleh negara-negara : Saud dan Indonesia.
Mengikuti Saudi Arabia misalnya negara : Qatar, Kuwait, Emirat Arab, Bahrain, Yaman dan Turki, Iraq, Yordania, Palestina, Libanon dan Sudan.
Hisab dengan kriteria bulan terbenam setelah Matahari dengan diawali ijtimak terlebih dahulu (moonset after sunset). Kriteria ini digunakan oleh Saudi Arabia pada kalender Ummul Qura namun khusus untuk Ramadhan, Syawwal dan Zulhijjah menggunakan pedoman rukyat.
Hisab bulan terbenam minimal 5 menit setelah matahari terbenam dan terjadi setelah ijtimak digunakan oleh negara Mesir.
Menunggu berita dari negeri tetangga –> diadopsi oleh Selandia Baru mengikuti Australia dan Suriname mengikuti negara Guyana.
Mengikuti negara Muslim yang pertama kali berhasil rukyat –> Kepulauan Karibia
Hisab dengan kriteria umur bulan, ketinggian bulan atau selisih waktu terbenamnya bulan dan matahari –> diadopsi oleh Algeria, Turki, Tunisia dan Malaysia.
Ijtimak Qablal Fajr atau terjadinya ijtimak sebelum fajar diadopsi oleh negara Libya.
Ijtimak terjadi sebelum matahari terbenam di Makkah dan bulan terbenam sesudah matahari terbenam diMakkah –> diadopsi oleh komunitas muslim di Amerika Utara dan Eropa (ISNA)
Nigeria dan beberapa negara lain tidak tetap menggunakan satu kriteria dan berganti dari tahun ke tahun
Menggunakan Rukyat Mata Telanjang : Namibia, Angola, Zimbabwe, Zambia, Mozambique, Botswana, Swaziland dan Lesotho.
Jamaah Ahmadiyah, Bohra, Ismailiyah, serta beberapa jamaah (tarekat) lainnya masih menggunakan hisab urfi yang sangat sederhana.
KESIMPULAN
Dengan demikian dapat diprediksi bahwa awal Ramadhan 1437 H di Indonesia akan dimulai secara bersamaan antara berbagai ormas dan kelompok masyarakat di Indonesia kecuali beberapa kelompok-kelompok kecil yang kemungkinan berbeda. Untuk negara-negara anggota MABIMS juga Arab Saudi kemungkinan akan bersamaan kecuali Brunei Daruasalam yang nampaknya akan memulai pada hari berikutnya.
Dengan demikian dapat diprediksi bahwa awal Ramadhan 1437 H di Indonesia akan dimulai secara bersamaan antara berbagai ormas dan kelompok masyarakat di Indonesia kecuali beberapa kelompok-kelompok kecil yang kemungkinan berbeda. Untuk negara-negara anggota MABIMS juga Arab Saudi kemungkinan akan bersamaan kecuali Brunei Daruasalam yang nampaknya akan memulai pada hari berikutnya.
Sumber: rukyatulhilal.org
0 komentar :
Post a Comment